Dadan Priyatna Yudiansah
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sikap Remaja tentang Perilaku Seks Bebas di SMK Bhakti Kencana
Subang Tahun 2020
Jurnal LOCUS: Penelitian & Pengabdian – Vol 01 No 04 Juli 2022 199
mengkhawatirkan yaitu 6,4 persen di antara mereka mencoba aborsi namun gagal, sementara yang
meneruskan kehamilannya ada 33 persen (Wahani, Umboh, & Tendean, 2021)
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan : Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI Remaja) 2017,
menyebutkan umur pertama kali pacaran tercatat sebagian besar wanita (80%) dan pria (84%) telah
berpacaran, 45% wanita dan 44 % pria mulai berpacaran pada umur 15-17 tahun. Perilaku pacaran
yang dilakukan wanita dan pria mengaku saat berpacaran melakukan aktivitas berpegangan tangan
(64% wanita dan 75% pria), berpelukan (17% wanita dan 33% pria), cium bibir (30% wanita dan 50%
pria) dan meraba/diraba (5% wanita dan 22% pria). 99,9% wanita dan 98% pria berpendapat
keperawanan perlu dipertahankan. 8% pria dan 2% wanita melaporkan telah melakukan hubungan
seksual, dengan alasan 47% saling mencintai, 30% penasaran/ingin tahu, 16% terjadi begitu saja,
masing-masing 3% karena dipaksa dan terpengaruh teman. Umur pertama kali berhubungan seksual
sebelum pra nikah tercatat 59 % wanita dan 74% pria melaporkan mulai berhubungan seksual pertama
kali pada umur 15-19 tahun. Persentase paling tinggi terjadi pada umur 17 tahun (19%), baik pria
maupun wanita. Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir lebih banyak dilakukan oleh
wanita (49%) dibanding pria (27%) (Arifin, 2012)
Remaja yang telah melakukan hubungan seksual ternyata memang tahu benar tentang
pengetahuan seksual (14,4%) dan cukup tahu (8,9%). Umumnya paparan pornografi diperoleh dari
buku dan film. Untuk itu perlu upaya meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan
reproduksi remaja. Kesehatan reproduksi remaja adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan
sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya (Fadilah, 2019).
Langkah-langkah awal yang dilakukan pemerintah dalam sosialisasi tentang perilaku seksual
bebas pada remaja antara lain meningkatkan promosi kesehatan dan sokongan (advokasi) kesehatan
reproduksi remaja, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kesehatan reproduksi remaja,
meningkatkan aktivitas konseling remaja melalui KIE, Sejak tahun 2007 BKKBN telah menginisiasi
pembentukan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Pembinaan
Ketahanan Remaja yang diusung BKKBN merupakan program yang dikembangkan dalam rangka
penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja agar mampu melangsungkan (1) jenjang pendidikan
secara terencana, (2) berkarir dalam pekerjaan secara terencana, dan (3) menikah dengan penuh
perencanaan sesuai fase reproduksi sehat (Ria Jayati, 2020).
Perilaku seks remaja diatas sesuai dengan pendapat Azwar (2010) bahwa terdapat enam
faktor yang mempengaruhi sikap seseorang yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama
serta pengaruh faktor emosional, sedangkan menurut menurut (Soetjiningsih, 2013) perilaku seks
remaja dipengaruhi oleh adat istiadat, budaya, agama kurangnya informasi dari sumber yang benar,
pengetahuan, kurangnya kontrol dari orang tua, kondisi keluarga, status ekonomi dan pengalaman
pribadi, perilaku seks seperti masturbasi, percumbuan, seks oral dan seks anal dan hubungan seksual
adalah perilaku seks yang sering ditemukan dikalangan remaja saat ini. Salah satu Sekolah Menengah
Kejuruan di Kabupaten Subang merupakan salah satu sekolah dibawah naungan Yayasan Adhi Guna
Kencana, sejak berdiri pada tahun 2008 dengan tiga kompetensi keahlian. Perkembangan yang luar
biasa terlihat pada setiap tahunnya jumlah peserta didik yang cukup besar, sebagai perbandingan
angkatan pertama hanya berjumlah 19 orang peserta didik, dalam perkembangannya angkatan ke-12
total jumlah peserta didik sebanyak 902 orang. Pencapaian dari segi kuantitas merupakan tantangan
tersendiri bagi pengelola, tercatat 3 orang peserta didik perempuan tidak melanjutkan studinya
dengan alasan melangsungkan pernikahan pada usia dini. Walaupun dari segi persentase masih relatif